Pandangan, harapan, dan tujuan yang dimiliki seseorang sangat mempengaruhi bagaimana orang tersebut menjalani kehidupannya. Ada orang yang menjalani hidupnya untuk mengejar apa yang ada di dunia ini dan menghalalkan segala cara untuk meraih tujuan tersebut. Dan ada orang yang memfokuskan hidupnya kepada perkara surgawi, sehingga tidak mengandalkan harapan kepada perkara duniawi. Dalam hidup manusia, Tuhan Yesus menawarkan berkat baik dalam hidup di dunia maupun kehidupan surgawi.

Namun firman Tuhan ini tidak bisa diterima oleh Orang Saduki yang tidak percaya akan adanya kebangkitan atau hidup setelah kematian. Mereka bahkan mencoba untuk mematahkan ajaran Tuhan Yesus dengan sebuah kasus. Mereka memakai tradisi perkawinan levirat, dimana seorang saudara laki-laki harus menikahi janda dari saudaranya yang meninggal tanpa anak. Jika ada tujuh orang bersaudara, yang tertua menikah tetapi kemudian dia mati sebelum memiliki anak, maka saudaranya yang lain berturut-turut menikahi istri dari saudaranya yang meninggal tersebut. Jika kemudian akhirnya mereka satu persatu harus mati tanpa anak dan suatu hari dibangkitkan, siapa suami dari wanita tersebut di kehidupan setelah kebangkitan itu. Tuhan Yesus melihat bagaimana mereka mengukur kehidupan kekal dengan ukuran kehidupan di dunia. Kehidupan kekal tidak lagi mengenal perkawinan atau perkara-perkara seperti yang ada di dunia ini. Apa yang mustahil bagi manusia, tidak mustahil bagi Allah.

Jika manusia mengarahkan hidup pada apa yang ada di dunia, maka semangat atau sukacita hidup bisa berubah-ubah sesuai dengan keadaan yang sedang dialami. Jika hidup sedang sukses, sehat dan semua baik, maka kita bahagia. Namun jika hidup sedang susah, sakit dan banyak persoalan, maka kita bisa menderita dan berputus asa. Iblis sering kali menawarkan segala fasilitas hidup di dunia untuk memikat manusia. Dan Iblis juga sering kali memakai penderitaan atau kegagalan hidup untuk menghancurkan semangat dan iman manusia kepada Tuhan. Itulah yang bisa kita hayati dalam kisah hidup Ayub. Atas permintaan Iblis, Ayub menerima segala penderitaan dengan kehilangan segala harta bendanya yang sangat banyak, bahkan anak-anak yang disayanginya. Semua terjadi dalam waktu yang sangat singkat dan nampak bertubi-tubi menerpa hidupnya. Ayub sendiri akhirnya menderita penyakit dalam tubuhnya yang menambah penderitaannya. Bahkan sahabat-sahabatnya menuduh Ayub telah melakukan dosa besar sehingga mengalami penderitaan besar. Dalam segala keadaan itu, Ayub percaya kepada keadilan Tuhan. Sekalipun nantinya tubuh jasmaninya akan mati dan rusak di tanah, namun ia yakin akan melihat Allah, Sang penolongnya. Dengan terus memandang Allah sebagai penolongnya, Ayub tetap memiliki semangat menjalani hidupnya. Ayub akhirnya merasakan pemulihan dari Tuhan. Mari kita jalani hidup dengan semangat dan berharap hanya kepada Tuhan yang menjamin segala berkat, baik di dunia maupun ketika kita tidak lagi di dunia, karena kemuliaan surga adalah bagian bagi orang yang percaya.

Print Friendly, PDF & Email

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.